Topik kita kali ini yaitu [permalink]Kesenian Rampak Bedug Jadi Andalan Provinsi Banten[/permalink]. Festival Internasional Kraton Surosowan 2017 lalu, menjadi bagian dalam napas dari kesenian rampak bedug atau bisa disebut juga rampag bedug yang berasal dari Pandeglang.
Kesenian Rampak Bedug Jadi Andalan Provinsi Banten
Kesenian ini merupakan atraksi serta krativitas dalam paduan dari pukulan bedug dengan tarian pemainnya yang menghasilkan irama indah. Dalam permainan ini, terdapat sekitar 20 orang menampilkan sedikit pertunjukan atraksi silat khas Banten untuk memperkaya agar yang juga budaya yang telah ada tidak sirna.
Alat Komunikasi Rampak Bedug
Rampak bedug merupakan salah satu kesenian dari daerah Banten berupa permainan bedug yang dimainkan secara kompak sesuai dengan makna rampak yang berarti serempak. Kesenian ini menjadi bagian Pandeglangan pada awal mulanya, kemudian menyebar ke daerah Banten lainnya.
Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Sebelum terdapat teknologi untuk memberikan tanda bahwa telah masuk solat, bedug menjadi bagian penting untuk umat Islam pada zamannya. Kreativitas warga setempat dalam upaya menyemarakkan bulan Ramadan dengan memainkan bedug dalam berbagai irama secara kompak, menjadi benih bertumbuhnya kesenian rampak bedug.
Perkembangan Rampak Bedug
Seiring waktu, kesenian ini berkembang dan kemudian menjadi perlombangan antar kampung. Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat. Ketertarikan warga menjadikan seniman setempat pada tahun sekitar 1960-1970, membuat kreasi dengan berbagai gerakan sehingga semakin menyedot perhatian penonton sebab pertunjukan atraktifnya.
Akhir tahun 2002 sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug. Kesenian ini pun mulai dikenal dan menarik hati masyarakat, sehingga secara rutin pertunjukan ini diadakan setiap tahunnya dan menjadi tradisi bagi masyarakat Banten, khususnya daerah Pandeglang. Selanjutnya, tidak hanya diadakan setiap tahun saja, tapi juga berbagai acara lain seperti festival budaya, penyambutan tamu penting, dan sebagainya.
Kostum dan Jumlah Pemain Rampak Bedug
Pemain bedug awalnya hanya laki-laki saja, tapi dalam perkembangannya perempuan ikut serta dengan jumlah penampil 10 orang, lima laki-laki dan sisanya perempuan. Adapun fungsi masing-masing pemain yaitu laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari. Jumlah pemain dapat lebih dari ini, anggota berdasarkan penyajian yang akan digelar.
Kostum yang dikenakan para pemain bedug biasanya menggunakan busana muslim yang telah dikreasikan dengan berbagai penambahan unsur budaya, tradisional, dan modern, tapi tidak melanggar unsur religi yang ada. Pemain laki-laki dapat mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten yang berwarna-warni menggambarkan modernitas. Untuk pemain perempuan, mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional yang telah dimodifikasi dan tetap menjaga untuk menutup auratnya.
Sejarah Kesenian Rampak Bedug
Adanya rampak bedug tidak lepas dari perkembangan akan kesenian sebelumnya berupa ngadu bedug dan bedug nganjor. Ngadu bedug merupakan permainan bedug dengan dimainkan oleh dua orang lelaki dengan diawali oleh satu kampung menantang dalam tabuhan bedug berirama lagu tertentu. Kemudian akan mendapat jawaban dan saling bersahutan hingga salah satu tidak bisa menyahut, sehingga akan dinyatakan kalah.
Selanjutnya bedug nganjor, permainan bedug ini berasal dari kebiasaan warga yang membangunkan warga sahur. Nganjor memiliki makna bermain ke tempat atau kampung lain. Hampir serupa dengan ngadu bedug yang masih dalam basis menantang daerah lain. Oleh sebab didatangi karena ditantang untuk bermain bedug, daerah yang dianjori tidak mau kalah. Bedug nganjor dilakukan oleh 10 sampai 20 orang dengan peralatan yang ukurannya relatif lebih kecil, sehingga mudah ditenteng, dipikul atau dijinjing.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini sering melibatkan kontak fisik, disesabkan saling mendekatnya dua kubu kampung, sehingga menyebabkan saling sindir, saling ejek, dan pada akhirnya terjadi kontak fisik. Walaupun tidak sampai terjadi jatuh korban meninggal, atau berkelanjutan menjadi dendam antar kampung, ngadu bedug mencemaskan warga masyarakat lain sehingga keluar kebijakan pemerintah daerah pada saat itu yang melarang warga masyarakat untuk melakukan tradisi ngadu bedug ini.
Kembalinya Tradisi Rampak Bedug
Tradisi permainan bedug kembali hidup tatkala Bupati Drs. H. Suyaman memerintahkan aparatnya untuk mengemas ulang kegiatan khas Pandeglang menjadi seni pertunjukkan yang kemudian dikenal dengan nama Rampak Bedug. Yang kemudian perkembangannya sangat pesat, sebab menonjolnya nilai seni sehingga diminati berbagai kalangan.
Dalam mengupayakan kesenian ini agar meluas, selain gencar menggelar di daerah masing-masing pada tiap kabupaten se-Provinsi Jawa Barat, Pandeglang kerap mengirimkan Seni Rampak Bedug ke berbagai event, baik tingkat regional maupun nasional bahkan internasional. Seperti Peringatan Konferensi Asia Afrika di Bandung Jawa Barat, yang menjadi sorotan dunia.
Penjagaan kekhasan seni yang selalu ada pada beberapa hari setelah Hari Raya Idul Fitri, pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang juga melakukan kegiatan rampak bedug dengan memberikan hadiah menarik pada setiap pemenang berupa kerbau atau domba.
Demikian info tentang Kesenian Rampak Bedug Jadi Andalan Provinsi Banten, semoga postingan ini membantu kalian. Mohon artikel Wisata Seni Banten ini dibagikan agar semakin banyak yang memperoleh manfaat.
Referensi:
- Wisata Kesenian di Banten
- Menjadi Travelpreneur Sukses