Kali ini kami akan ulas perihal [permalink]jejak diplomasi Sarekat Islam di Semarang[/permalink]. Bangunan kuno khas Semarang berdinding putih itu tampak lengang. Berada di himpitan kubikel-kubikel modern kampung Gendong membuat gedung ini tampak mencolok dan menyita perhatian.
Gedung Bersejarah
Meski demikian, tidak banyak yang tahu bahwa pada awal masa pergerakan nasional, gedung ini merupakan salah satu markas penting bagi perjuangan bangsa Indonesia di jalur diplomasi. Tidak banyak yang mengetahui pula bahwa dahulu, di gedung ini berlangsung rapat-rapat besar yang melahirkan tokoh-tokoh cendekiawan bangsa. Seiring berjalannya waktu, gedung itu tampak nanar menatap bergulirnya roda sejarah.
Sempat dipugar dan diresmikan pada 27 Februari 2014 silam oleh Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, membuat gedung tua ini terlihat menawan di bawah pancaran sinar sang surya. Meski telah berganti rupa, Gedung Sarekat Islam yang renta itu tetap menjadi pendengar setia bagi hiruk pikuk warga kota, sekaligus jejak-jejak diplomasi yang semakin menua, meninggalkannya sendiri di tengah perkampungan padat penduduk ini.
Jejak Diplomasi Sarekat Islam di Semarang
Pada awal masa pergerakan nasional di tahun 1990-an, Sarekat Dagang Islam, sebuah organisasi bentukan H. Samanhudi, berhasil memperluas sayap pergerakannya hingga ke beberapa kota di luar Surakarta. Di bawah asuhan H.O.S Tjokroaminoto pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam berubah nama menjadi Sarekat Islam karena basis perjuangannya mulai mencakup budaya dan pendidikan, bukan persoalan ekonomi semata.
Pengaruh besar itu sampai pula ke Semarang, yang pada saat itu turut menjadi markas pemerintah kolonial di tanah Jawa. Karena pergerakan Sarekat Islam yang semakin luas ini, dibangunlah sebuah gedung pertemuan di Semarang untuk merancang beragam agenda yang berkaitan dengan perjuangan mencapai kemerdekaan.
Rekam Jejak Gedung Sarekat Islam (SI)
Gedung Rakyat Indonesia (GRI) adalah nama dari bangunan yang bercokol di atas tanah wakaf salah seorang keturunan Tasripin yang juga menjadi komisaris SI Semarang saat Semaoen menjabat sebagai ketua SI, Haji Boesro. Hal ini ditulis dalam Buku Tanah Milik No. 369 Wakaf yang menjelaskan perihal si empunya tanah.
Gedung Rakyat Indonesia dibangun dari usaha swadaya dari masyarakat, yang berupa uang dan bahan bangunan, pada tahun 1919 dan selesai pada tahun 1920. Gedung ini difungsikan sebagai sekolah pada siang hari dan rapat umum pada malam hari. Keberadaan SI School diumumkan secara nasional oleh Tan Malaka pada bulan Oktober dan November 1921 dalam majalah Soeara Rakjat.
Jangkauan pengumuman didirikannya sekolah ini semakin diperluas pada bulan Desember 1921 dalam bentuk buku kecil atau brosur. Tujuan pendirian sekolah ini adalah keinginan menciptakan sekolah tandingan politik etis yang menurut Tan Malaka tidak etis untuk kaum kromo dan proletar. Namun sayang, jejak sekolah SI tidak terekam dengan baik di gedung yang hampir roboh ini.
Agenda Besar di Gedung SI
Beberapa dokumen sejarah republik Indonesia pernah mencatat berbagai agenda besar yang dilangsungkan di gedung ini, di antaranya rapat berbagai organisasi pergerakan, seperti
- Sarekat Islam,
- Budi Utomo,
- Nationaal Indische Partij,
- Vereeniging Spoor en Tramweg Personeel (VSTP),
- Partai Komunis Indonesia (PKI),
- Revolusioner Vaksentral,
- Sarekat Rakyat,
- Kaum Tionghoa,
- dan lain-lain;
GRI juga pernah dipakai untuk rapat umum pemogokan selama berhari-hari yang dipimpin Tan Malaka pada 22 Januari 1922. Selain itu juga pernah difungsikan oleh Partai Indonesia (Pertindo) sebagai markas politik yang turut membawa organisasi lainnya seperti PNI Pendidikan dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Pernah juga sebagai Pos Palang Merah saat Pertempuran Lima Hari di Semarang. Karena dirawat dan digunakan oleh Partindo, gedung ini disebut pula dengan nama Gedung Partindo.
Tokoh Penting yang Lahir dari Gedung SI
Dalam perjalanannya gedung ini banyak melahirkan tokoh-tokoh penting bagi pencapaian kemerdekaan RI, di antaranya:
- Semaun,
- HOS Tjokroaminoto,
- Haji Agus Salim,
- Alimin,
- Tan Malaka,
- Bergsma,
- Tjipto Manoenkoesoemo,
- Douwes Dekker, dan
- Ki Hajar Dewantara.
Setelah dirawat oleh Pertindo, gedung ini turut pula melahirkan tokoh-tokoh besar Indonesia, seperti:
- Soekarno,
- Hatta,
- Sutan Sjahrir,
- Sartono,
- Adam Malik,
- Ali Sastroamidjojo,
- Amir Sjarifuddin,
- Soetomo, dan
- Muh Yamin.
Akses ke Gedung SI
Pernah disegel oleh pemerintah kolonial dan mengalami aneka pergolakan, serta menjadi sarang diplomasi, membuat gedung ini tercatat sebagai bangunan cagar budaya di bawah naungan Yayasan Balai Muslimin. Akses menuju gedung ini sangat mudah. Pengunjung dapat mengarahkan kemudi ke Jalan MT Haryono menuju Kampung Gendong, Sarirejo, Semarang Timur.
Kemudian masuk gang sebelah toko sepeda di dekat Pasar Langgar. Akses yang mudah dan catatan sejarah yang lengkap ini tentu bisa menjadi alasan, untuk singgah sejenak ke Gedung SI saat berkunjung ke kota Lumpia nanti?
Demikian informasi seputar jejak diplomasi Sarekat Islam di Semarang, kami harap artikel ini bermanfaat buat teman-teman semua. Kami berharap post wisata bangunan sejarah di Semarang ini diviralkan supaya semakin banyak yang memperoleh manfaat.
Referensi:
- Wisata Bangunan Sejarah di Jawa Tengah
- Menjadi Travelpreneur Sukses